Jumat, 08 Juni 2012

Tak Malu, Guru SD Bekerja Sampingan sebagai Pelayan Kedai Kopi

 

Tanjungpinang, (ADERAKASIHWI) - Matahari senja telah menampakkan dirinya di tengah keramaian. Sungguh elok dipandang mata. Tampak wanita yang hampir menginjak usia 45 terduduk kaku di depan pintu rumahnya. Wanita ini menunggu sang suami pulang mencari nafkah. Meski Ia tahu suaminya tidak membawa apa-apa sama seperti hari-hari yang telah Ia lalui bersama suami. Tapi kehadiran sang suami sudah cukup dimatanya.
 
Ida, begitulah namanya disapa kebanyakan orang. Ia wanita manja namun tegar dan mandiri. Kepergian orangtuanya yang memaksa Ia harus mandiri. Lulusan Sarjana Ekonomi ini kerap kali menangis jika ada suatu masalah yang datang padanya. Meski terkadang tak kuat menahan beban hidupnya, Ia tetap tabah dan tahu Tuhan pasti bersamanya.
 
Senja kala itu menyesakkan hati Ida. Hutang yang menumpuk karena penyakitnya yang perlu berbagai obat-obatan. Ia tak sanggup kalau sakitnya sudah kambuh, “Seperti mau mati.” Ujarnya pasrah. Ida memang kelihatan segar dari fisik tubuhnya, tapi Ia memiliki segudang penyakit yang mengerikan. Diabetes, Ginjal, Kanker di tangan kirinya yang hampir merambat ke payudara, juga penyakit kelamin yang sudah tiga tahun belakangan ini dirasakannya.
 
“Penyakit ini yang membuat aku bangkit dan tegar.” Tuturnya. Sehari-hari Ida bekerja sebagai tenaga pendidik di sekolah dasar swasta dan mengajar kelas tiga. Gaji yang kecil membuatnya mengeluh, “Gaji Rp. 300 ribu nggak bisa buat apa-apa, paling cuma bisa nebus dua resep aja untuk obat diabetes dan kanker.” Keluhnya. Meski obat itu telah habis dalam waktu 10 hari, terpaksa hari selebihnya dalam sebulan Ida tak menebus obat lagi.
 
Suami yang bekerja sebagai supir di salah satu pabrik pun tak dapat membantunya memenuhi kebutuhan rumah tangga apalagi untuk membeli obat. Gajinya hanya Rp. 1,2 juta saja, belum lagi kebutuhan suami pengidap rokok berat, paling-paling Ia hanya bisa memberikan 200 hingga 300 ribu sebulan. “Saya pengennya bantu istri saya, tapi mau gimana kebutuhan saya juga banyak.” Ungkap Santo suami Ida.
 
Dengan keadaan ekonomi yang sangat terpuruk, membuat Ida bekerja lebih giat lagi mencari duit sampingan. Pernah Ia membuka Bimbel dirumahnya, tapi Ia cukup kecewa karena banyak murid yang juga tetangganya tidak membayar jasanya. Kini Ida bekerja sebagai pelayan disalah satu kedai kopi dekat dengan Bintan Mall. Pekerjaan sebagai pelayan rela Ida lakukan demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya meski jam kerjanya malam mulai pukul 8 dan berakhir pukul 1 pagi, “Tapi jadi pelayan agak lumayan daripada saya ngajar les dirumah. Kalau les paling besar saya hanya terima Rp. 300 ribu, dan sebagai pelayan gajinya Rp. 1,2 juta.” Terangnya ketika ditanya dirumahnya Jalan Pemasyarakatan.
 
Banyak omongan tetangga yang sungguh tidak enak berkumandang ditelinga Ida. Ia hadapi semua dengan cuek saja, karena kalau tidak begini tentu Ia tak dapat merasakan makan tiap harinya. Masalah yang dihadapinya tak hanya seputar penyakit dan dijauhi tetangganya saja, Ida juga sering dijauhi teman kerjanya di sekolah karena kabarnya Ia akan diangkat menjadi kepala sekolah tempat Ia mengajar. “Teman-teman mulai menjauh dari saya, kok bisa sih orang kayak dia jadi kepala sekolah.” Cerita Ida pasal rekan kerjanya. “Saya tahu kalau saya miskin dan tidak berijazah pendidikan tambah lagi saya kerja di kedai kopi kalau malam. Tapi jangan remehkan saya kalaupun saya diangkat jadi Kepsek.” Ungkap Ida dengan tangisan menetes dari celah matanya.
 
Haru rasanya mendengar jeritan hati Ida. Dan saat ini Ia merasa tidak memiliki ambisi apa-apa, asal dapat membeli bahan pokok makanan dan berbagai kebutuhan, Ia sudah merasa bersyukur. “Biarlah orang berkata apa, saya hargai pendapat mereka. Kan, saya yang menjalani hidup saya sendiri.” Ujarnya dengan optimis. Ida mencoba tegar dan tabah atas semua cobaan ini, Ia yakin suatu saat nanti pasti ada maksud dibalik semua yang telah terjadi saat ini.(Ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar