Minggu, 09 Desember 2012

Bagaimana cara membaca yang efektif dan efisien itu?


Berikut ini lima resep cara membaca lebih baik yang pernah dipakai William J. Reilly ketika ia sedang belajar meraih gelar doktor di University of Chicago.
Pertama, pusatkan perhatian terhadap apa yang dibaca. Membaca buku perlu memusatkan perhatian. Semakin lama perhatian terpusat, semakin banyak hal yang diperoleh. Jika perhatian terpusat pada bacaan, membaca akan mampu membedakan bagian mana yang penting, bagian mana yang kurang penting, dan mana yang tidak penting.
Cobalah ukur, berapa menit orang mampu memusatkan perhatian pada buku, misalnya 25 menit? Biasakanlah adik-adik membaca hanya 25 menit. Kemudian, 5 menit dipakai untuk istirahat. Pakailah waktu istirahat tersebut untuk mengingat hal lain, mendengar musik, bersiul, main game watch, dan lain-lain. Sesudah itu, adik-adik membaca lagi selama 25 menit, lakukan begitu dan seterusnya.
Kedua, tandailah hal yang penting. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga jika lupa bagian yang penting. Karena sudah ada tandanya, pembaca dapat dengan mudah membuka kembali buku.
Ketiga, buatlah catatan pinggir. Pembaca yang berhasil biasanya membuat catatan pinggir. Peganglah pensil ketika membaca. Tulislah pendapat pembaca di pinggir halaman, pada saat masalahnya masih segar dalam ingatan. Catatan yang dibuat akan tersimpan dan dapat digunakan pada masa mendatang.
Keempat, tulislah nomor halaman buku (indeks). Tulislah nomor halaman yang akan dipelajari kemudian, setelah membuat catatan pinggir. Catatlah beberapa kata di samping nomor halaman sesuai dengan kata yang dicatat di dalam halaman buku. Dengan demikian, pembaca akan dengan mudah menemukan hal penting dalam buku.
Kelima, buatlah perpustakaan pribadi. Setelah melakukan empat kegiatan diatas, akan lebih bermanfaat apabila membuat perpustakaan sendiri sesuai dengan keperluan. Catatlah nama dan alamat dalam buku. Apabila suatu saat buku dipinjam orang, si peminjam yang budiman akan dapat mengembalikan buku tersebut. Nah, selamat membaca.


Jumat, 08 Juni 2012

ETNIS TIONGHOA DALAM ATURAN MEMAKAI CINCIN


 Bagi sebagian besar orang cincin hanya sebuah perhiasan yang dipasang di jari tangan. Bagi orang Tionghoa, pemakaian cincin tidak boleh sembarangan dan harus ada aturannya. Menurut Edi, warga keturunan Tionghoa di Tanjungpinang, Minggu (18/3), sebuah cincin punya aturan dalam pemakaiannya.

Sebab, sebuah cincin punya arti yang sangat kuat jika dipasang pada jari tertentu. Salah satu contohnya, cincin yang dipasang di jari tengah pada tangan sebelah kiri bermakna orang itu dalam masa tunangan.

Jika cincin tadi dipasang pada jari tengan tangan sebelah kiri, maka orang tersebut sudah menikah. Baik dalam masa tunangan ataupun berstatus menikah, sebuah cincin harus dipasang di jari tangan sebelah kiri. Sebaliknya, bila sebuah cincin dipasang pada jari tangan sebelah kanan, maka orang tersebut menandakan belum menikah. Aturan itu harus dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Misalnya, seorang wanita yang memasang cincin di jari kanan, padahal sudah menikah, akan dikejar-kejar pria lain. Untuk diketahui, pemakaian cincin kebudayaan barat tidak juah berbeda dengan kebudayaan timur. Bagi orang barat, pemakaian cincin di jari tangan kiri merupakan sebuah keberuntungan dari Tuhan. Maka dari itu, sebuah cincin yang dipasang di sebelah kiri dianggap sangat bermakna.

Ada beberapa tren pemakaian cincin bagi orang barat seperti, cincin yang dipasang di jari telunjuk menandakan pria atau wanita itu belum menikah. Di jari tengah bermakna, dalam masa pacaran. Di pasang di jari manis menyimbolkan, telah bertunangan atau menikah. Dan terakhir, bila cincin tadi dipasang pada jari kelingkingberarti belum ada pasangan.

Bagi banyak orang, pemakaian cincin perkawinan baik di sebelah kiri atau kanan bukan sebuah permasalahan. Yang jelas, cincin tadi dikenakan pada jari manis. Untuk cincin lain, selain cincin pernikahan, bebas dipasang dimana saja. Tidak ada aturan atau larangan. [Sumber : Siao Wei/Tanjung Pinang]